Senin, 23 Agustus 2010

Sebungkus Mie Instan

Kamis pagi, 9 Januari 1992, kira – kira jam 05.30 WIB., lahirlah seorang anak yang lucu, gemuk, dan sehat. Setidaknya menurut bapak dan ibunya. Itulah aku. Pria bertahi lalat dua di hidung, satu di pipi sebelah kiri, dan masih banyak lagi di bagian tubuhku yang lain. Masa aku harus sebutkan semuanya?.

Namaku Aldi. Aldi al-Fajri lengkapnya. Dulu, sebelum nama belakangku diganti oleh bapakku. Nama Aldi al-Fajri mempunyai makna “anak laki – laki Akhmadi (nama bapakku) yang lahir saat terbit fajar”. Karena aku lahir ketika fajar terbit.

Tahukah kau kawan mengapa namaku diganti?. Mungkin ini sedikit konyol. Setidaknya menurutku. Itu berawal ketika aku berumur sekitar 4 tahun. Ketika itu aku dan keluarga beserta tetangga – tetanggaku pergi berlibur ke Tanjung Pasir, sebuah pantai di utara Kabupaten Tangerang. Pantai yang tidak terlalu bersih sebenarnya. Tapi bagi kami yang notabene orang kampung, di manapun tempatnya akan jadi indah jika pergi ramai – ramai dengan para kerabat dekat.

Aku pun kurang ingat dengan kejadian waktu itu. Apalagi waktu itu aku masih anak – anak yang belum tahu apa – apa. Yang aku ingat adalah ketika aku sedang bermain pasir di pantai, aku melihat bapakku sedang mengobrol dengan seorang laki – laki paruh baya yang kira – kira berumur lebih dari enam puluh tahun. Mereka terlihat sangat akrab, padahal setahu aku bapak belum kenal dengan orang itu. Tapi aku yang memang tidak peduli dengan hal – hal yang memang tidak penting bagi anak – anak seperti aku. Setidaknya ketika itu.

Beberapa hari setelah pulang dari Tanjung Pasir yang kurang bersih itu, aku di ajak ngobrol oleh mamah dan bapakku. Apakah kau merasa aneh kawan dengan sebutan pasangan orang tua antara mamah dengan bapak?. Itu tidak penting. Kembali lagi, waktu itu aku di ajak ngobrol yang sepertinya obrolan itu agak serius. Tahukah kawan apa yang bapakku bicarakan? Ia berkata bahwa namaku harus diganti. Dan tahukah kawan apa sebabnya?. Sebabnya adalah aku akan menjadi anak yang nakal pada saat beranjak dewasa jika namaku masih Aldi Al-Fajri. Itulah hasil pembicaraan antara bapakku dengan orang tua yang sebelumnya tidak dikenal oleh bapakku waktu di pantai itu. Bapak bilang bahwa si orang tua itu sudah mengenal aku sejak lahir. Aku yang waktu itu masih belum mengerti apa artinya nama hanya bisa mengikuti kemauan bapakku yang sebenarnya tidak merugikan apalagi menguntungkan bagi diriku.

Bermodalkan nasi kuning buatan mamahku, serta sebuah hadiah dari bapakku serta iringan do’a tulus dari kedua orang tuaku agar aku menjadi anak yang lebih baik dan berguna, setidaknya bagi mereka, terlebih bagi agama dan bangsa, digantilah namaku menjadi Aldi Nuary, yang sampai saat ini masih ku kenakan sebagai identitasku. Oh iya, hampir lupa aku. Mau tahukah kau kawan tahu apa hadiah yang diberikan oleh bapakku itu?. Sebungkus mie instant rasa goreng yang bermerek Mi Duo. Keren bukan?. Ayahku memberi itu dengan alasan bahwa mie goreng adalah makanan kesukaanku. That’s the unforgettable forgiveness in my life. Terima kasih bapak, mamah. Aku akan menjaga nama baik ini demi kalian, demi keluarga kita.

Tidak ada komentar: